Decoy Effect dalam Marketing: Pengertian, Contoh, dan Tipsnya

decoy effect banner

Dalam dunia bisnis, cara Anda dalam menyusun pilihan produk atau layanan dapat memengaruhi keputusan pelanggan lebih dari yang Anda bayangkan.

Salah satu strategi psikologi harga yang sering digunakan untuk mendorong pelanggan memilih opsi yang lebih menguntungkan adalah decoy effect.

Teknik ini bekerja dengan menambahkan opsi ketiga, yang kurang menarik dibandingkan pilihan utama, sehingga pelanggan lebih cenderung memilih produk dengan nilai yang lebih tinggi.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang cara kerja decoy effect, contoh dan studi kasus, serta bagaimana Anda bisa menerapkannya dalam bisnis Anda, simak artikel ini hingga selesai, ya!

Apa Itu Decoy Effect?

Decoy effect adalah fenomena dimana konsumen cenderung mengubah pilihan pembelian mereka ketika dihadapkan dengan pilihan ketiga.

Istilah decoy effect pertama kali diperkenalkan oleh akademisi Joel Huber, John Payne, dan Christopher Puto dalam sebuah makalah yang mereka presentasikan pada tahun 1981.

Tiga peneliti itu mengadakan eksperimen mengenai beberapa skenario yang melibatkan berbagai produk, seperti bir, mobil, restoran, tiket lotre, film, dan televisi.

Pada setiap skenario, partisipan awalnya harus memilih dari dua pilihan. Setelah itu, mereka diberikan opsi ketiga, yang berfungsi sebagai umpan (decoy). Kemudian, partisipan diminta untuk memilih lagi dari ketiga pilihan tersebut.

Hasilnya, dalam semua skenario kecuali tiket lotre, keberadaan decoy berhasil meningkatkan kemungkinan partisipan memilih produk yang peneliti inginkan.

Temuan ini sangat revolusioner dalam dunia pemasaran, karena banyak sekali merek yang kemudian menerapkan decoy effect dalam strategi pricing mereka.

crm 1

Baca Juga: Analisis Kompetitor: Pengertian, Cara, dan Contohnya

Bagaimana Cara Kerja Decoy Effect?

Ketika berhadapan dengan pilihan antara produk ukuran kecil atau besar, orang cenderung memilih yang kecil karena tidak ada perbandingan yang jelas dalam pilihan tersebut.

Namun, jika tiba-tiba ada penambahan opsi ketiga, seperti ukuran sedang, dinamika keputusan pun berubah.

Menariknya, banyak orang akhirnya lebih memilih ukuran besar, tanpa mempertimbangkan harga atau kebutuhan pribadi mereka.

Bayangkan Anda masuk ke sebuah kafe pada hari yang sangat panas dan ingin menikmati minuman segar. Anda memutuskan untuk membeli es teh mangga, lalu harus memilih ukuran gelasnya.

Ada dua pilihan, yaitu gelas kecil dan besar. Harga es teh mangga kecil hanya Rp10.000, dan es teh mangga besar Rp16.000.

Kemungkinan Anda akan memilih gelas kecil karena selisih harganya dengan yang besar adalah Rp6.000.

Sekarang, bayangkan jiga ada tiga pilihan gelas: kecil, sedang, dan besar. Harga es teh mangga sedang adalah Rp14.000.

Karena kemunculan es teh sedang ini, tiba-tiba saja gelas besar jadi lebih menarik. Meskipun selisih harga antara kecil dan besar tetap Rp8.000, namun selisih ukuran sedang dan besar hanya Rp2.000

Penambahan opsi ketiga ini membuat konsumen lebih cenderung memilih produk yang lebih mahal, meskipun sebenarnya tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Penyebabnya adalah cara otak kita bekerja. Proses kognitif manusia secara alami selalu membandingkan satu hal dengan yang lain dalam berbagai situasi, baik dalam hubungan pribadi maupun saat hendak membeli.

Singkatnya, saat hanya ada dua pilihan, konsumen biasanya memutuskan berdasarkan kebutuhan mereka.

Namun, jika ada pilihan ketiga yang lebih strategis, mereka dapat terdorong untuk memilih opsi yang lebih mahal.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana decoy effect dapat secara halus tetapi ampuh memengaruhi perilaku konsumen dalam mengambil keputusan.

Baca Juga: Keunggulan Kompetitif: Pengertian, Jenis, dan Cara Identifikasi

Contoh dan Studi Kasus Decoy Effect

1. IKEA

Tahukah Anda bahwa IKEA memiliki rangkaian produk tertentu yang sengaja dirancang sebagai decoy?

Produk-produk ini berupa tempat tidur, kursi, meja samping tempat tidur, hingga lemari laci.

Misalnya, ada sebuah model lemari laci yang memang ingin IKEA promosikan karena memiliki margin keuntungan yang tinggi.

Sementara itu, ada juga model lain yang tidak begitu menjadi prioritas, dan itu bukan masalah.

Contoh produk decoy dari IKEA ini adalah KULLEN dan MALM. Salah satu dari dua produk ini adalah decoy. Bisa tebak yang mana?

decoy effect 1

Kedua lemari laci ini memiliki desain yang mirip, tetapi dengan perbedaan kualitas dan fitur yang membuat salah satunya tampak lebih menarik daripada yang lain.

  • KULLEN adalah produk dengan margin keuntungan rendah yang sebenarnya tidak benar-benar dimaksudkan untuk terjual banyak. Ia terbuat dari kayu dengan kualitas rendah, dan jumlah lacinya pun lebih sedikit.
  • MALM, di sisi lain, terbuat dari material yang lebih kokoh, dengan harga jual lebih mahal, kualitas lebih baik, dan lebih menguntungkan bagi IKEA.

Di toko IKEA, model KULLEN (€39,99) selalu disandingkan tepat di sebelah MALM (€59,90).

Apa yang terjadi? Sebagian besar pelanggan tidak ragu memilih MALM meskipun harganya lebih mahal, karena secara langsung membandingkannya dengan KULLEN.

Mereka merasa bahwa dengan hanya menambah sedikit biaya, mereka mendapatkan nilai yang jauh lebih baik.

Dengan kata lain, keberadaan KULLEN bukanlah pemborosan sumber daya semata. Sebaliknya, produk ini membantu mengarahkan pelanggan untuk membeli pilihan yang lebih menguntungkan bagi IKEA.

Baca Juga: Pain Point: Contoh, Cara Identifikasi, dan Solusinya

2. “Goldilocks Effect” pada iPod Apple

Apple merancang strategi produknya dengan memanfaatkan decoy effect sekaligus Goldilocks Effect (juga dikenal sebagai Middle-Option Bias).

Artinya adalah kecenderungan manusia untuk memilih opsi yang berada di tengah, yang terasa “pas”.

Apple tidak secara langsung mendorong pelanggan untuk membeli produk mereka yang paling mahal. Sebaliknya, mereka menggunakan strategi harga dengan tiga pilihan utama:

  1. Satu yang terasa terlalu mahal
  2. Satu yang terasa terlalu murah
  3. Satu yang terasa pas

Coba lihat strategi ini dalam harga iPod tahun 2013:

  • 16GB – $229 (tanpa kamera 5MP iSight dan iPod Touch Loop)
  • 32GB – $299 (dengan kamera 5MP iSight dan iPod Touch Loop)
  • 64GB – $399 (dengan kamera 5MP iSight dan iPod Touch Loop)

Dari tiga opsi ini, dua di antaranya adalah decoy. Jika pelanggan memilih versi 32GB, mereka hanya perlu menambah $70 dari harga 16GB dan mendapatkan dua kali lipat kapasitas penyimpanan plus fitur tambahan (kamera 5MP iSight dan iPod Touch Loop).

Namun, jika pelanggan memilih 64GB, mereka harus menambah $100 dari harga 32GB, tetapi tidak mendapatkan fitur tambahan, hanya kapasitas penyimpanan yang lebih besar.

Hasilnya, versi 32GB menjadi pilihan yang paling menguntungkan untuk pembeli.

Karena itu:

  • Hanya sedikit orang yang membeli 16GB karena terasa terlalu terbatas.
  • Hampir tidak ada yang membeli 64GB karena peningkatan harga tidak sebanding dengan manfaat tambahanya.
  • Sebagian besar pelanggan memilih 32GB karena merasa mendapatkan value for money terbaik.

Strategi ini bukan hanya diterapkan pada iPod. Apple menggunakan pendekatan serupa pada MacBook Pro dan produk premium lainnya.

Alih-alih memaksa pelanggan memilih produk termahal, Apple mengarahkan mereka untuk membeli opsi tengah, yang sebenarnya menjadi target utama mereka sejak awal.

Baca Juga: Guerilla Marketing: Pengertian, Jenis, dan Contohnya

3. The Economist

decoy effect 2

The Economist adalah surat kabar dan majalah peristiwa internasional berbahasa Inggris. Awalnya, The Economist menawarkan dua opsi berlangganan yang bisa pembaca pilih:

  • Akses online sebesar $59 per tahun
  • Akses online DAN buku fisik $125 per tahun.

Kebanyakan pembaca akan memilih akses online saja. Sebab pada akhirnya, harga yang lebih murah lah yang akan menang.

Namun, bagaimana jika The Economist ingin mendorong penjualan majalah fisiknya? Mereka bisa membuat decoy effect dengan memberikan pilihan ketiga:

  • Akses online sebesar $59 per tahun
  • Majalah fisik sebesar $125 per tahun
  • Akses online DAN majalah fisik sebesar $125 per tahun

Dalam kasus ini, kebanyakan akan memilih opsi ketiga. Memang yang paling mahal, tapi opsi ketiga lebih baik daripada dua opsi kedua.

Pelanggan tidak lagi membandingkan opsi 1 dengan opsi 3, tetapi opsi 2 dengan opsi 3. Sebab, opsi 3 menawarkan baik akses online dan majalah cetak.

Hasilnya, kebanyakan memilih opsi 3. Setelah perubahan strategi harga ini, penjualan The Economist naik sebesar 43%!

Baca Juga: Customer Engagement: Pengertian, Strategi, dan Cara Mengukur

Cara Menggunakan Decoy Effect dalam Bisnis

Anda bisa mencoba strategi ini dalam bisnis Anda, selama tetap memperhatikan hal-hal berikut:

1. Pilih target utama (produk yang ingin Anda dorong penjualannya)

Target utama sebaiknya adalah produk atau layanan yang sudah memiliki lebih banyak manfaat, harganya lebih tinggi daripada produk lain, atau memiliki margin keuntungan lebih besar.

Namun, perlu Anda ingat bahwa decoy bukan solusi untuk semua masalah. Pelanggan harus sudah memiliki ketertarikan lebih dulu dengan produk target.

Jika produk Anda buruk atau tidak sesuai dengan kebutuhan pasar, memperkenalkan versi yang lebih rendah kualitasnya mungkin tidak akan cukup.

Pelanggan tetap tidak akan melihat produk tersebut sebagai sesuatu yang bernilai untuk dibeli.

Baca juga: Pengertian Ambient Marketing dan Contohnya

2. Perkenalkan decoy

Aturan dasarnya adalah decoy harus menawarkan lebih sedikit manfaat tetapi dengan harga yang hampir sama.

Harga decoy harus mendekati harga produk target, namun nilainya lebih rendah, sehingga saat pelanggan memilih produk target yang lebih mahal, mereka tetap merasa telah mengambil keputusan yang lebih baik.

Jika perbedaan harga terlalu mencolok, pelanggan mungkin akan menyadari strategi ini dan mengabaikan decoy tersebut.

Jadi, jika ingin tetap menjaga harga decoy agar tampak menguntungkan tetapi tetap tidak semenarik produk target, Anda bisa memperkenalkan fitur baru yang tidak relevan dengan fungsi inti produk.

Fitur ini haruslah tidak penting, tetapi tetap bisa menjadi alasan bagi konsumen untuk membandingkannya dengan produk target.

Misalnya, tawarkan produk dengan warna yang tidak populer, seperti oranye, yang sejak awal tidak banyak peminatnya.

Apple menggunakan strategi serupa pada tahun 2013 ketika mereka menetapkan harga untuk iPhone 5C.

decoy effect 3

Seri iPhone ini terlihat ‘sangat plasik’ dan harganya juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga ponsel brand lain dengan spesifikasi serupa.

Beberapa orang memang tetap membeli iPhone 5C (sehingga tidak sepenuhnya berfungsi sebagai decoy yang sempurna), tetapi sebagian besar lebih memilih membeli iPhone 5S yang lebih mahal.

Dalam kasus ini, pelanggan membayar ekstra £80 untuk mendapatkan edisi emas berbahan aluminium, dan keputusan ini tetap terasa lebih baik daripada membeli iPhone 5C yang warnanya hijau dan berbahan plastik.

Baca juga: Niche Market: Pengertian, Cara Menjangkau, dan Contohnya

3. Berikan tiga pilihan

Anda harus menyediakan setidaknya tiga pilihan. Jika terlalu banyak pilihan, pelanggan bisa jadi mengalami decision paralysis, di mana mereka kesulitan mengambil keputusan dan akhirnya malah tidak membeli sama sekali.

Baca Juga: 12 Cara Menggunakan Social Proof dalam Marketing

Kesimpulan

Menerapkan decoy effect dalam strategi bisnis dapat membantu meningkatkan penjualan dengan cara yang lebih halus namun efektif.

Dengan menyusun pilihan produk atau layanan secara strategis, Anda bisa mendorong pelanggan untuk memilih opsi yang lebih menguntungkan bagi bisnis Anda tanpa merasa terpaksa.

Untuk mengoptimalkan strategi decoy effect, jangan melupakan komunikasi yang efektif dan personal dengan pelanggan.

CRM.ID WhatsApp Business API dapat membantu bisnis Anda dengan mengirim pesan broadcast promosi langsung ke pelanggan tanpa batasan jumlah agen, kontak, dan pesan.

Selain itu, Anda juga bisa memanfaatkan fitur template untuk menjawab pertanyaan pelanggan dengan otomatis tanpa perlu membalas pesan satu per satu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eight + fourteen =