Konsumen tidak tahu harga sebenarnya dari suatu barang, inilah mengapa taktik penetapan harga seperti harga psikologis bisa bekerja.
Mungkin Anda bisa membeli sekaleng selai srikaya seharga Rp50.000, padahal harga kalengnya sendiri sudah Rp35.000.
Harga psikologis bisa Anda gunakan sebagai strategi marketing atau untuk meningkatkan persepsi kualitas dari barang dan jasa brand Anda.
Pada artikel ini, Anda akan mempelajari apa itu harga psikologis, 12 jenisnya, serta kelebihan dan kekurangan strategi ini.
Apa Itu Harga Psikologis?
Harga psikologis adalah strategi penetapan harga produk atau jasa berdasarkan efek dan persepsi psikologis, bukan faktor logis atau rasional.
Tujuannya adalah untuk memengaruhi kebiasaan membeli pelanggan guna meningkatkan volume penjualan atau nilai pendapatan.
Contoh harga psikologis meliputi:
- Menetapkan harga produk sebesar Rp9.999 alih-alih Rp10.000 untuk membuatnya tampak lebih murah dari yang sebenarnya
- Menampilkan harga diskon Rp159.000 di samping harga asli Rp199.000 untuk menonjolkan besarnya potongan harga
- Menjual sepatu atlet bermerek dengan harga 50% lebih mahal dibanding sepatu yang sama dengan warna biasa
- Menetapkan harga produk pada angka bulat seperti Rp1.000.000 atau Rp5.000.000 untuk menciptakan kesan produk mewah dan eksklusif
- Menampilkan harga sebagai Rp10.000 alih-alih Rp10.000,00 agar terlihat lebih kecil
- Mengadakan acara diskon satu hari untuk menciptakan rasa urgensi
Perusahaan menggunakan berbagai teknik harga psikologis tergantung pada perasaan seperti apa yang mereka ingin pelanggan rasakan.
Apakah mereka ingin pelanggan merasa mendapatkan penawaran yang baik, produk dengan kualitas terbaik, atau penghematan biaya.
Strategi ini mempertimbangkan bagaimana orang memandang harga dan membuat keputusan pembelian berdasarkan persepsi tersebut.
Baca Juga: Black Friday: Sejarah dan 17 Strategi Marketingnya
Bagaimana Cara Kerja Harga Psikologis?
Harga psikologis memanfaatkan psikologi dan perilaku manusia untuk menarik pelanggan dan meningkatkan penjualan.
Strategi ini berdasarkan pada gagasan bahwa kita bukan pengambil keputusan yang sepenuhnya rasional. Emosi, persepsi, dan norma sosial memengaruhi keputusan pembelian kita.
Pada tingkat paling dasar, pelanggan menginginkan salah satu dari tiga hal berikut:
- Titik harga terbaik
- Nilai terbaik
- Kualitas terbaik
Masalahnya adalah, konsumen jarang benar-benar tahu berapa seharusnya harga suatu barang.
Seringkali, mereka dapat membedakan mana penawaran yang baik dan buruk dengan membandingkan harga sebelum dan sesudah diskon, atau dengan membandingkan beberapa produk dalam kategori sama.
Itulah sebabnya perilaku konsumen dapat berubah-ubah.
Dengan memicu emosi dan persepsi mereka terhadap produk atau layanan Anda, Anda sedang “membantu” mereka menyimpulkan apakah produk Anda merupakan pilihan yang tepat bagi mereka atau tidak.
Baca Juga: 16 KPI Marketing yang Harus Anda Ketahui untuk Bisnis
12 Jenis Harga Psikologis
1. Charm pricing

Charm pricing adalah metode harga psikologis yang mungkin paling umum penggunaannya.
Konsepnya adalah menetapkan harga produk sedikit di bawah angka bulat, seperti Rp9.999 atau Rp12.950.
Strategi ini memanfaatkan “bias digit kiri”, sebuah fenomena di mana orang cenderung lebih memerhatikan digit paling kiri dari sebuah angka (dalam hal ini, harga produk) dan secara tidak sadar membulatkannya ke bawah.
Karena bias ini, orang sering kali melebih-lebihkan perbedaan antara Rp2.999 dan Rp4.000 dibandingkan Rp3.000 dan Rp4.001.
Dengan kata lain, orang melihat Rp2.999 lebih dekat ke Rp2.000 dibanding Rp3.000, yang membuat produk Anda tampak lebih murah dalam sepersekian detik saat mereka mengambil keputusan membeli.
Baca Juga: 10 Peluang Usaha Belum Banyak Pesaing dan Tipsnya
2. Prestige pricing
Ini adalah kebalikan dari charm pricing. Strategi ini melibatkan penetapan harga yang lebih tinggi dibanding kompetitor untuk menciptakan persepsi eksklusivitas dan kualitas tinggi.
Akibatnya, pelanggan mengasosiasikan produk Anda dengan kemewahan dan status.
Strategi ini sangat efektif untuk perusahaan yang menjual produk premium, eksklusif, atau canggih.
Misalnya, Nike dapat merilis edisi terbatas sepatu Jordan sejumlah 1.000 pasang seharga Rp7.500.000, meskipun biaya bahan dan produksi sama seperti versi massal seharga Rp3.000.000.
Sepatu edisi terbatas itu akan dipajang di samping sepatu dengan harga reguler untuk menekankan eksklusivitasnya.
Harga yang lebih tinggi memberi pengingat kepada pembeli bahwa produk tersebut lebih istimewa dibanding produk lain di sekitarnya, meskipun memiliki fungsi dan kualitas yang sama.
Brand mewah sering kali menetapkan harga produknya dengan angka dasar-10 untuk semakin memperkuat persepsi premium.
Misalnya, tas Chanel akan diberi harga Rp75.000.000 alih-alih Rp74.999.000.
Baca juga: Apa Itu Harga Kompetitif? Ini Jenis dan Cara Analisisnya
3. Harga bundel
Ini adalah strategi menjual beberapa produk sekaligus dalam satu paket dengan harga diskon.
Harga reguler dari masing-masing produk akan tetap ditampilkan bersamaan dengan harga paket bundel.
Dengan memberikan potongan harga ketika pelanggan membeli beberapa item sekaligus, Anda mendorong mereka untuk berbelanja lebih banyak dari rencana semula, atau memberikan penawaran yang menguntungkan bagi dua produk pelengkap yang memang sudah ingin mereka beli.
Strategi bundel memberikan dua manfaat utama:
- Meningkatkan volume penjualan dan nilai pesanan rata-rata
- Mengalihkan penjualan dari pesaing
Misalnya, Anda memiliki kios di pusat perbelanjaan yang menjual smartphone. Anda juga menjual produk pelengkap seperti casing dan pengisi daya.
Jutaan toko menjual casing dan pengisi daya, tetapi tentu Anda ingin agar pelanggan membeli produk-produk tersebut dari toko Anda, bukan dari tempat lain.
Dengan mempromosikan harga dalam bentuk bundel, Anda membuat pelanggan merasa penawaran Anda lebih menarik, sekaligus mencegah pelanggan membeli produk yang sama dari kompetitor Anda.
4. Harga berjenjang

Harga berjenjang adalah strategi di mana penjual menawarkan beberapa versi dari produk yang sama dengan harga yang berbeda-beda.
Ini pada dasarnya merupakan sistem harga bertingkat, dan umum dalam model harga perangkat lunak berbasis layanan (SaaS).
Gagasan di balik strategi ini adalah bahwa tidak semua orang akan memilih produk termurah karena mereka mungkin mengasosiasikannya dengan:
- Kualitas rendah
- Fitur yang terbatas
- Ketidakmampuan produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Dengan menawarkan dua atau tiga pilihan produk dengan harga berbeda, Anda dapat menjangkau berbagai segmen pelanggan sesuai dengan tingkat kesediaan mereka membayar.
5. Harga referensi
Jika Anda hanya menampilkan harga setelah diskon, pelanggan tidak memiliki konteks untuk menilai apakah penawarannya benar-benar menguntungkan.
Harga referensi memberikan konteks dengan menunjukkan bahwa harga baru lebih rendah daripada nilai awal produk tersebut.
Misalnya, Anda menjual produk digital dengan nilai Rp15.000.000. Namun, Anda memutuskan untuk menawarkannya kepada 500 pembeli pertama dengan harga setengahnya.
Jika Anda hanya menampilkan “Rp7.500.000” di halaman penjualan, target audiens Anda tidak akan langsung mengetahui bahwa produk tersebut sebenarnya bernilai Rp15.000.000.
Mereka mungkin berpikir, “Mengapa saya harus membayar sebesar ini jika saya tidak tahu nilainya?”
Namun dengan menampilkan harga sebelumnya, Anda memberi konteks yang jelas. Pelanggan akan berpikir, “Oh, ternyata ini dijual setengah dari harga aslinya.”
Ketika pelanggan merasa bahwa mereka mendapatkan penawaran yang menguntungkan atau berhasil menghemat uang, mereka lebih mungkin melakukan pembelian.
Baca Juga: 20 KPI Sales Penting untuk Pertumbuhan Bisnis
6. Multiple unit pricing
Multiple unit pricing atau “diskon volume” atau “potongan harga jumlah besar” adalah strategi di mana Anda menawarkan nilai lebih kepada pelanggan dengan menjual beberapa unit dari produk yang sama dengan harga yang lebih rendah.
Ini mirip dengan harga bundel, tetapi yang ditawarkan bukan produk berbeda dalam satu paket, melainkan beberapa unit dari produk yang sama dijual dengan harga lebih murah.
Biasanya, diskon volume juga ditampilkan dalam bentuk perbandingan harga per unit atau dalam bentuk persentase penghematan untuk memberikan konteks tambahan kepada pelanggan.
Strategi ini sangat efektif untuk produk-produk yang sering dibeli ulang, seperti perlengkapan rumah tangga, produk kebersihan, atau kebutuhan pokok.
Dengan memberikan insentif kecil agar pelanggan membeli lebih dari yang mereka butuhkan saat ini, Anda meningkatkan kemungkinan mereka akan menjadi pelanggan setia dalam jangka panjang.
7. Harga sesuai kemauan pembeli (Pay What You Want – PWYW)
Strategi “harga sesuai kemauan pembeli” adalah salah satu contoh paling menarik dari psikologi konsumen karena ini merupakan model harga yang sepenuhnya berbasis nilai.
Dalam skema PWYW, pelanggan dapat memilih untuk membayar produk Anda sebanyak atau sesedikit yang mereka inginkan, bahkan tanpa membayar sama sekali.
Konsepnya adalah bahwa orang akan merasa bersalah (atau tidak bermoral) jika mereka tidak memberikan imbalan atas nilai yang telah mereka terima.
Atau, mereka akan sangat menyukai produk tersebut hingga ingin mendukungnya.
Beberapa alasan mengapa strategi PWYW bisa berhasil antara lain:
- Bertentangan dengan praktik umum sehingga mudah diingat
- Memberikan perasaan kendali kepada pelanggan
- Tidak mengecualikan siapa pun berdasarkan kemampuan atau kesediaan membayar
- Pembeli tidak khawatir soal apakah produk tersebut sepadan atau tidak (menghindari penyesalan setelah membeli)
- Lebih banyak orang akan mencoba produk Anda
- Pembeli mungkin secara tidak sadar menilai produk Anda lebih tinggi dari nilai yang Anda bayangkan
Strategi harga ini populer di industri kreatif dan berbasis konten seperti musik dan penerbitan. Wikipedia, misalnya, sepenuhnya didukung oleh donasi pembaca.
Begitu juga dengan banyak musisi independen, penulis, dan media berita yang menerima pembayaran sukarela sebagai imbalan atas karya mereka.
Radiohead pernah meraih lebih dari 6 juta dolar AS dengan strategi PWYW saat mereka merilis album “In Rainbows” dan membiarkan penggemar membayar sesuai keinginan mereka.
Beberapa brand e-commerce juga berhasil menggunakan strategi ini sebagai metode penetrasi pasar.
8. Decoy pricing
Ini adalah taktik yang halus namun efektif untuk memengaruhi perilaku konsumen melalui penetapan harga.
Konsepnya sederhana: tambahkan satu produk lagi ke dalam penawaran Anda yang sedikit kurang menarik daripada produk utama, namun dengan harga sedikit lebih tinggi atau rendah.
Ini akan membuat produk utama Anda tampak lebih menarik dan bernilai tinggi daripada sebelumnya.
Contohnya bisa Anda lihat pada harga popcorn di bioskop. Misalnya Anda melihat dua pilihan harga:
- Kecil: Rp50.000
- Besar: Rp100.000
Kebanyakan orang akan berpikir, “Saya tidak akan membeli yang kecil karena terlalu sedikit, tapi saya juga enggan membayar lebih untuk yang besar.”
Bagaimana jika ada pilihan ketiga?

- Kecil: Rp50.000
- Sedang: Rp90.000
- Besar: Rp100.000
Sebelum melihat harga, Anda mungkin berpikir ingin membeli ukuran sedang. Namun, jika dibandingkan, harga sedang tidak memberikan nilai lebih daripada ukuran besar.
Maka banyak orang akan memutuskan membeli ukuran besar karena selisih harganya kecil, namun nilai yang mereka dapat jauh lebih besar.
Popcorn ukuran sedang di sini berperan sebagai “produk umpan.” Ukuran besar menjadi lebih menarik secara asimetris karena nilai tambahnya jauh lebih tinggi dengan perbedaan harga yang kecil.
Rahasianya: bioskop sebenarnya tidak berniat menjual popcorn ukuran sedang. Tujuan utamanya adalah membuat Anda membeli yang besar.
Baca Juga: Decoy Effect dalam Marketing: Pengertian, Contoh, dan Tipsnya
9. Price anchoring
Price anchoring merupakan bentuk lain dari harga umpan, namun tujuannya adalah menarik perhatian ke pilihan harga yang lebih rendah.
Strategi ini umum digunakan oleh perusahaan SaaS B2B, yang sering menyoroti paket “Pro” di tengah-tengah, walaupun mereka tahu banyak pelanggan dapat mencukupi kebutuhan mereka dengan paket yang lebih murah.
Dengan menarik perhatian terlebih dahulu ke produk dengan harga tertinggi, pelanggan akan cenderung menolak opsi mahal tersebut dan memilih paket yang lebih terjangkau namun tetap memberikan sebagian besar manfaat yang mereka cari.
10. Harga berlangganan atau keanggotaan
Dalam ekonomi berlangganan, konsumen ingin menjalin hubungan jangka panjang dengan brand, bukan sekadar membeli produk atau layanan satu kali.
Mereka juga tidak ingin repot dalam hal pemeliharaan produk, yang penting adalah akses yang terus-menerus.
Psikologi di balik harga berlangganan adalah bahwa strategi ini menyasar keinginan konsumen akan kemudahan dan konsistensi.
Dengan menawarkan layanan secara berkala, Anda membantu pelanggan mengurangi satu beban dalam keseharian mereka.
Contoh harga berlangganan termasuk:
- Perangkat lunak berbasis layanan (SaaS)
- Platform streaming
- Paket produk bulanan
- Layanan pengiriman makanan
Sifat “sekali atur lalu lupakan” dari langganan membuat konsumen lebih mudah membenarkan pengeluaran mereka.
Alih-alih membayar mahal di awal, mereka bisa menyicil biaya dalam jangka waktu tertentu.
Harga berlangganan juga dapat menciptakan kesan eksklusivitas terhadap brand Anda karena hanya anggota yang membayar yang dapat mengakses produk atau manfaat tertentu.
Karena itu, hal ini juga dapat meningkatkan loyalitas dan retensi pelanggan.
11. Harga Beli Satu Gratis Satu (B1G1)

Strategi “Beli Satu Gratis Satu” atau B1G1 adalah taktik yang umum bisnis retail gunakan untuk meningkatkan nilai rata-rata pesanan dan mendorong permintaan.
Psikologi di baliknya sederhana: pelanggan merasa mendapatkan penawaran yang sangat baik saat mereka menerima sesuatu secara gratis.
Bahkan, banyak orang lebih suka mendapatkan barang gratis daripada membeli dua produk dengan diskon 50%.
Beberapa alasan mengapa harga B1G1 efektif:
- Mendorong pembelian impulsif
- Menciptakan rasa urgensi (penawaran terbatas)
- Meningkatkan persepsi nilai produk
Ada berbagai variasi dari strategi ini, seperti “beli satu, dapatkan diskon X% untuk yang kedua” atau “beli satu, gratis produk lain.”
Semuanya bekerja berdasarkan prinsip bahwa konsumen menyukai lebih banyak produk dengan pengeluaran yang lebih sedikit.
12. Batasan waktu buatan
Batasan waktu buatan adalah taktik pemasaran di mana penjual menciptakan rasa urgensi dengan membatasi ketersediaan suatu produk atau layanan.
Psikologi di balik strategi ini berasa fear of missing out atau FOMO, yakni takut melewatkan sesuatu.
Dengan menetapkan batas waktu tertentu, pelanggan terdorong untuk segera membeli sebelum kehilangan kesempatan tersebut.
Contoh penerapan batasan waktu buatan dalam penetapan harga meliputi:
- Penjualan dengan waktu terbatas
- Penawaran cepat (flash sale)
- Pengatur waktu hitung mundur di halaman produk
Strategi ini juga dapat meningkatkan persepsi nilai terhadap produk, karena pelanggan mungkin menganggap produk tersebut peminatnya tinggi jika hanya tersedia dalam waktu terbatas.
Manfaat lainnya adalah membantu mengurangi persediaan dengan cepat dan meningkatkan pendapatan penjual.
Baca Juga: Apa Itu Flash Sale: Ini Pengertian dan Tips Suksesnya
Kelebihan dan Kekurangan dari Harga Psikologis
Kelebihan
- Menarik perhatian banyak orang: Saat Anda menawarkan produk dengan harga yang “terasa murah” atau menggiurkan secara psikologis, orang-orang akan langsung tertarik. Walaupun tidak semua langsung membeli, setidaknya Anda berhasil menarik perhatian terhadap produk Anda.
- Membantu pelanggan mengambil keputusan lebih cepat: Kebanyakan orang butuh waktu lama untuk memutuskan pembelian. Dengan strategi harga psikologis, Anda mengarahkan mereka ke keputusan lebih cepat karena harga terasa “worth it” dalam sekejap.
- Meningkatkan keuntungan penjualan: Ketika Anda berhasil menjual dalam volume tinggi dalam waktu singkat, Anda bisa mendapatkan untung besar tanpa harus menambah banyak biaya operasional. Ini sangat efektif di masa puncak penjualan seperti musim liburan.
- Mengurangi biaya penyimpanan barang: Produk yang terlalu lama disimpan bisa menambah biaya logistik. Dengan mempercepat waktu produk terjual habis, Anda bisa mengurangi risiko kerugian dari penyimpanan yang terlalu lama.
Kekurangan
- Bisa dianggap menipu: Beberapa konsumen bisa merasa “tertipu” saat menyadari bahwa harga yang ditampilkan sebenarnya adalah bagian dari strategi psikologis. Ini bisa mengikis kepercayaan dan merusak brand image Anda.
- Dapat menurunkan persepsi nilai produk: Jika Anda terlalu sering memberi diskon atau menurunkan harga, konsumen bisa mempertanyakan apakah produk Anda memang pantas dihargai lebih tinggi sejak awal.
- Tidak cocok untuk semua jenis produk: Bisnis berbasis langganan (subscription) bisa kesulitan menjaga pelanggan tetap loyal jika mereka merasa sudah “dapat harga murah” di awal tapi nilainya tidak bertahan lama. Efeknya, churn rate bisa tinggi.
- Butuh pemahaman mendalam: Anda tidak bisa asal menerapkan strategi ini. Anda perlu memahami psikologi konsumen, tren pasar, dan cara mengemas harga secara strategis agar bisa efektif. Ini bisa memakan waktu dan sumber daya.
Baca Juga: 10 Cara Mempromosikan Produk Anda di Tahun 2025
Kesimpulan
Harga psikologis adalah strategi penetapan harga yang memanfaatkan psikologi manusia.
Ketika diterapkan dengan cermat, harga psikologis bisa meningkatkan konversi, memperkuat loyalitas pelanggan, dan membedakan produk Anda dari kompetitor.
Namun, untuk benar-benar memaksimalkan dampaknya, Anda perlu memahami pelanggan secara mendalam, mulai dari preferensi harga, riwayat pembelian, hingga respons terhadap promosi.
Di sinilah aplikasi CRM.ID hadir sebagai solusi. CRM.ID membantu bisnis Anda menyimpan dan mengelola data pelanggan secara efektif, serta mengembangkan komunikasi secara lebih personal.
Dengan fitur tagging percakapan, kirim pesan blast dan broadcast tak terbatas, serta anti blokir, CRM.ID bisa menjadi rekan terbaik bisnis Anda.
Tertarik menggunakan CRM.ID? Jadwalkan demo sekarang melalui tautan ini.
- Personalisasi Konten: Pengertian, Manfaat, dan Caranya - 25 April 2025
- Apa Itu Harga Kompetitif? Ini Jenis dan Cara Analisisnya - 24 April 2025
- Mengenal 12 Tipe Harga Psikologis dalam Bisnis - 23 April 2025